KEBUDAYAAN MADURA UPACARA ADAT SANDHUR PANTEL


KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kebudayaan Madura upacara adat Sandhur Panthel”. Rasa terimakasih penulis pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat bagi yang membaca dan mempelajari isi yang ada didalamnya. Mungkin didalam makalah ini terdapat uraian yang kurang jelas hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan kami dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan rendah hati penulis sangat mengharapkan sumbang saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Malang, Juni 2011

         Penulis







BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal ataujati din bangsa. Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya Madura yang masih hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berba gai macam kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan kita akan kesenian daerah.
Madura dikenal sebagai wilayah yang tandus namun kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya yang terdapat di Madura dibangun dari berbagai unsur budaya baik dari pengaruh animisme, Hinduisme dan Islam. Perkawinan dari ketiga unsur tersebut sangat dominan mewanai kebudayaan yang ada. Dalam perkembangannya berbagai kese nian yang bemafaskan religius, terutama benuansa Islami temyata lebih menonjol. Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang ada di Madura menunjuk kan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai religius Islami seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus warisan bangsa. Kesenian tradisional adalah aset kekayaan budaya lokal yang akan mampu melindungi gene rasi muda dari pengaruh negatif era globalisasi. Pengaruh budaya global yang demikian gencar melalui media elektronik dan media cetak menye babkan generasi muda kehilangan jati diri.
Dengan mengetahui kebudayaan lokal diharapkan generasi muda mampu menggali potensi kekayaaan seni tradisional sekaligus melestarikannya. Secara garis besar jenis-jenis kebudayaan tra disional Madura dapat dibagi dalam empat kelom pok dan dari masing-masing kelompok tersebut mempunyai tujuan maupun fungsi yang berbeda, adapun jenis-jenis kebudayaan tradisional tersebut adalah:
Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.
Seni teater tra disional yang dimiliki suku bangsa Madura menun jukkan betapa tinggi nilai budaya yang dimiliki oleh suku bangsa ini. Nilai-nilai adiluhur yang berlandas kan nilai keagamaan, seharusnya diperkenalkan kembali kepada generasi penerus sebagai pemilik sah atau pewaris budaya. Apalagi regenerasi ser ta pelestarian dikemas dalam bentuk yang luwes dan fleksibel sesuai dengan perkembangan yang ada. Sebagaimana wali songo menjadikan media kesenian sebagai sarana dakwah tanpa kehilangan nilai-nilai filosofi serta jati diri.
Maka dengan demikian, pihak Pemerintah Daerah, masyarakat, dan khususnya generasi muda pelajar saat ini hams menjadi tonggak sebagai pelestari budaya daerah Madura, agar budaya yang telah ada tidak hilang atau punah dan akan terus menjadi kebanggaan bangsa. Namun budaya itu juga harus sesuai dan tidak lepas dari norma atau aturan agama Islam, sehingga tidak termasuk budaya yang tidak diperbolehkan dan haram menurut agama.
loading...


1.2. Rumusan Masalah
            Sehubungan dengan latar belakang di atas maka permasalahan di fokuskan pada :
1.      Apa saja pertunjukan yang di tampilkan di upacara ritual sandhur panthel?
2.      Apa tujuan upacara sandhur panthel?
3.      Bagaimana prosesi upacara adat Sandhur Pantel ?
4.      Bagaimana perkembangan upacara Sandhur Pantel ?

1.3. Tujuan
            Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan mempelajari upacara sandhur pantel adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui pertunjukan apa saja yang di tampilkan di upacara ritual sandhur panthel
2.      Mengetahui tujuan upacara sandhur panthel
3.      Mengetahui prosesi upacara adat Sandhur Pantel
4.      Mengetahui perkembangan upacara Sandhur Pantel







BAB II
PEMBAHASAN


4.1.  Pertunjukan Sandhur Pantel
A.    Keragaman Upacara Sandhur Pantel
 Upacara ritual yang berkaitan dengan prosesi perjalanan hidup manusia pada era millenium ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama masyarakat tradisional. Walaupun telah hidup di jaman modern, masyarakat petani ataupun masyarakat nelayan tradisional menggunakan upacara ritual sebagai sarana berhubungan dengan makhluk-makhluk gaib ataupun media komunikasi dengan Zat Tunggal, pencipta alam semesta. Setiap melakukan upacara ritual, media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat di dataran pulau Madura menyebutnya Sandhur atau Dhamong Ghardham.
Sandhur atau Dhamong Ghardam merupakan ritus yang ditarikan, dengan berbagai tujuan antara lain ; untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mengenyahkan musibah/bencana. Ada pun bentuk ritual ini berupa  tarian dan nyanyian diiringi oleh musik. Gerakan tarian dalam pelaksanaan  ritual tidak lebih dari penyesuaian irama tubuh disesuaikan dengan gerakan tari daerah setempat. Irama tubuh muncul spontan dari nyanyian atau musik. Adakalanya satu atau dua peserta mengalami kesurupan (trance), karena memang dikondisikan oleh pawang/dukun sebagai mediator dalam  berhubungan dan berdialog dengan makhluk dari alam lain.
Ada pun tempat-tempat yang sering diadakan upacara ritual ini di persimpangan jalan, yang bertujuan membuang pengaruh negatif, antara lain ; rokat dangdang ; ruwatan persimpangan, rokat somor, , rokat bhuju’ ; ritus di makam keramat, rokat tekos jhaghung ; ruwatan melawan tikus pemakan jagung. Prosesi tersebut biasanya dipimpin oleh seorang dukun, yang bertugas membacakan doa-doa dalam bahasa Madura dan Arab secara bergantian. Sebagian dari prosesi Dhamong Ghardam ada yang mempergunakan alat-alat musik selama ritual, seperti musik tong-tong atau pun musik Saronen. Sebagian dari para pelaku ritus tidak memasukkan unsur musik selama proses ritual, karena merupakan ketetapan bentuk baku. Pelanggaran dalam penyelenggaraan akan menyebabkan musibah (sakit).
 Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini hampir menyebar di dataran Madura bagian timur, diantaranya ; Batuputih, terdapat berbagai ritus ; rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju’, rokat tekos jhagung. Di Pasongsongan, terdapat Sandhur Lorho’. Di Guluk-Guluk terdapat Sandhuran Duruding, yang dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan  atau keduanya sekaligus, tanpa iringan musical. Musik langsung dimainkan oleh para peserta, dengan cara menirukan bunyi dari berbagai alat musik. Di desa Pakondang dan desa Kalebengan, Rubaru, ada Ratep, yaitu prosesi  mendatangkan hujan. Di desa Daramista, Lenteng, ada Lede’ atau Ledeg yaitu untuk acara selamatan desa, tari ini disertai kuda lumping Di Saronggi  terdapat Cahe atau jahe, berbentuk pohjian untuk mendatangkan hujan yang ditarikan dengan musik Saronen.
Kesenian ini merupakan bentuk kesenian yang mengandung berbagai unsur budaya, yaitu budaya Hindu, Budha, Jawa dan Islam. Hal itu dapat dibuktikan dengan syair-syair yang menggunakan bahasa Jawa kuno, Madura ataupun Bahasa Arab. Begitu pula bentuk pelaksanaan selama proses ritual, berbagai sesajen, air suci, tari pemujaan serta doa dalam bentuk nyanyian. Dalam berbagai upacara ritual (terutama ritual minta hujan), para pawang/dukun memanggil roh-roh leluhur untuk turun dan memasuki tubuh orang sehingga kesurupan (trance).
Walau pun mempunyai tujuan yang sama, Sandhur dan Dhamong Ghardam memiliki perbedaan yang terletak pada proses pelaksanaannya. Sandhur lebih menekankan pada unsur seni, dengan memadukan berbagai  kepiawaian baik dalam permainan musik, seni suara (tembang) atau pun gerakan tarian. SedangkanDhamong Ghardam atau Ghardam, lebih mencuat dalam proses upacara ritual. Konon, Sandhur akan dipentaskan apabila ritual-ritual Dhamong Ghardam atau Ghardam tidak berhasil dalam mencapai tujuan yang diinginkan. 

B.     Sandhur  Pantel Pembuka Pintu Langit
Sandhur Pantel adalah sebuah bentuk seni tradisional berasal dari desa Ambunten Barat, kecamatan Ambunten. Seni tradisi ini hidup dalam masyarakat tradisional dan merupakan sebuah upacara (prosesi) ketika berhubungan dengan Dzat Tunggal, penguasa alam semesta. Kesenian Sandhur ini adalah sebuah ungkapan kekecilan dan kekerdilan serta ketidakmampuan manusia ketika menghadapi berbagai masalah, musibah dan cobaan. Sandhur merupakan sebuah jembatan, ketika berhubungan dengan Tuhan Penguasa alam semesta. Bentuk kesenian ini digunakan sebagai media untuk menolak dan mengusir serta menjauhkan bencana yang direfleksikan dalam bentuk puji-pujian, rangkuman doa-doa yang diiringi oleh nyanyian (tembang), ragam gerak tarian serta diiringi oleh musik.
Untuk merefleksikan kehendak yang terkandung tersebut, maka diadakanlah kesenian Sandhur Pantel dianggap mampu membuka pintu langit dan Tuhan Penguasa alam semesta mengulurkan kasih sayangnya. Kesenian Sandhur Pantel dipentaskan adalah untuk memenuhi hajat orang banyak, komunitas tertentu atau pun secara individual. Pementasan Sandhur Pantel dipentaskan adalah untuk memohon agar hujan segera turun apabila kemarau panjang datang  serta sumber air sangat kecil. Kedua, apabila para nelayan berkurang hasil tangkapan ikannya (rokat pangkalan), ketiga untuk sebuah acara rokat anak (rokat pandabha), dan terakhir pementasan Sandhur Pantel dilaksanakan untuk proses penyembuhan.
Makna yang lebih mendalam dari pesan-pesan yang disampaikan adalah manusia haruslah menjaga keselarasan dan keharmonisan dengan lingkungan alam. Apabila manusia sudah meninggalkan dan tidak mempedulikan lagi pada lingkungan sosial, lingkungan alam bahkan tidak ada rasa takut dan tunduk kepada Sang Pencipta, maka akan terjadi berbagai musibah. Melalui media Sandhur, manusia diingatkan kembali kedudukannya sebagai makhluk yang lemah dan dhoif. Di samping itu melalui media Sandhur Pantel manusia merekatkan tali ukhuwah Islamiah dan bersama-sama mencari ridho, pertolongan dan perlindungan Allah SWT.

2.2. Tujuan Pementasan
Sandhur Pantel dilaksanakan dengan tujuan pertama adalah mendatangkan hujan ketika terjadi kemarau panjang. Dalam pelaksanaan prosesi ritual meminta hujan, bentuk yang digunakan adalah berupa nyanyian, tarian, melantumkan puji-pujian serta melafalkan doa. Dan  diiringi oleh alunan alat musik (gending).
 Tujuan kedua adalah rokat anak yang lebih populer dengan istilah rokat pandhaba. Pementasan ini dilakukan agar kelak si anak selamat serta jauh dari bermacam gangguan. Misalnya gangguan dari makhluk lain, gangguan dari segi materi maupun gangguan-gangguan lain yang akan menghadang dalam kehidupannya kelak. Rokat pandhaba ini ada bermacam-macam, yaitu ;  pandhaba tang anteng, sepasang suami istri yang mempunyai tiga anak yang terdiri dari dua laki-laki satu putri, begitu pula sebaliknya. Kedua, adalah pandhaba macan, sepasang suami istri dengan satu anak (anak tunggal), pandhaba pangantan, yaitu hanya mempunyai dua anak, laki-laki dan perempuan. Yang terakhir adalah pandhaba, yaitu ketika sepasang suami istri mempunyai anak berjumlah lima orang dan semuanya berjenis kelamin laki-laki.
Tujuan ketiga diadakannya pementasan Sandhur Pantel adalah rokat pangkalan, rokat pangkalan biasanya diadakan ketika hasil tangkapan ikan berkurang. Acara ini biasanya dilakukan di pantai atau pemukiman para nelayan.. Para nelayan ber-anggapan, ketika hasil penangkapan ikan sedikit, maka  Sandhur Pantel perlu dipentaskan agar tangkapan ikan bertambah banyak. Bentuk pementasan dalam rokat pangkalan tidak jauh berbeda dengan  bentuk yang dipentaskan pada acara-acara lainnya.
Tujuan keempat  pementasan Sandhur Pantel adalah proses penyembuhan penyakit,  seringkali Sandhur Pantel diundang oleh seseorang dalam upaya penyembuhan penyakit. Acara ini biasanya digelar ketika penyakit yang menjangkiti orang tersebut tidak kunjung sembuh, walaupun telah melakukan pengobatan. Hal ini dilakukan karena keluarga si sakit telah menempuh berbagai cara pengobatan, misal pengobatan secara medik, pengobatan tradisional maupun pengobatan alternatif. Namun hasil yang didapatkan dari pengobatan tersebut tidak membuahkan hasil. Sebagai upaya terakhir, maka keluarga si sakit mengundang dan menggelar seni Sandhur Pantel. Akibat sugesti yang sangat kuat, terjadi keajaiban. Penyakit yang menjangkiti si sakit  ternyata bisa disembuhkan.
Sebagaimana kesenian tradisional, kesenian ini diperoleh secara turun menurun dari generasi ke generasi. Para pelaku kesenian ini menerima warisan secara utuh serta tidak berani membuat perubahan. Karena adanya sebuah anggapan, perubahan dalam bentuk apa pun akan menyebabkan musibah (sakit) terutama kepada para pelaku.

2.3 Prosesi Ritual Sandhur Pantel
Konon, Jalinan cerita yang terdapat dalam kesenian tradisional ini berasal dari tamsil kisah nabi Zakaria. Pada suatu masa di desa Ambunten Barat hiduplah seorang anak bernama Sandhur, anak remaja tersebut adalah seorang muslim yang sangat taat. Walaupun Sandhur hanya seorang penggembala kambing, namun kesalehannya telah menjadi buah bibir. Hal tersebut menimbulkan sikap iri dari seseorang yang tidak ber-agama (si kafir). Si kafir berniat mencelakakan Sandhur, supaya Sandhur tidak menyebarkan agama Islam kepada penduduk. Karena si kafir akan kehilangan wibawa di mata penduduk yang meng-kultuskannya.
Ketika Sandhur sedang menggembalakan kambing-nya di gunung, si kafir telah berencana melakukan pembunuhan terhadap Sandhur. Namun niat jahat tersebut tidak cepat terlaksana, karena Sandhur yang dicari-cari hilang bagaikan di telan bumi. Secara gaib, Sandhur diselamatkan oleh Sang Pencipta dengan cara dimasukkan ke dalam sebuah pohon besar. Proses ini yang dikisahkan sebagai Sandurrelang.
Si kafir sama sekali tidak putus-asa ketika kehilangan jejak Sandhur buruannya. Niat  untuk membunuh semakin membakar. Perasaan marah, geram semakin membulatkan tekad untuk tidak melepaskan Sandhur, manusia yang paling dibencinya. Setelah melakukan meditasi, ada suara gaib yang memberitahukan persembunyian Sandhur. Ternyata Sandur tidaklah jauh dari tempat dimana si kafir memusatkan pikirannya. Setelah mengetahui persembunyian Sandhur, tanpa berfikir panjang lagi si kafir mengambil gergaji. Tanpa membuang waktu lagi, pohon besar tersebut langsung di gergaji dan dipotong di bagian tengah.
Jalinan kisah hilangnya Sandur, “Sandur hilang – Sandur-elang, Sandurelang” yang menjadi ruh dari kesenian ini. Pada acara pembukaan, kisah ini menggambarkan Sandurrenang, namun dalam penutupannya adalah Sandurelang. Tujuan akhir setelah melafalkan bait-bait yang ada adalah untuk membebaskan diri dari semua penyakit, semua mara-bahaya dan musibah. Hal itu sesuai dengan tamsil, ketika Sandur dapat raib karena pertolongan Allah SWT.  Demikian pula harapan yang terpendam dalam setiap kalbu pewaris kesenian ini, melalui lafal-lafal doa semua permohonan akan didengarkan dan terkabul atas kehendak Allah SWT.
Sandhur Pantel merupakan perpaduan seni gerak (tari), seni musik dan seni suara (tembang). Dalam setiap pementasan sandur Pantel dimainkan oleh pria dan wanita, terdiri dari 13 penabuh laki-laki, 5 penembang wanita (cerita ditembangkan), 1 orang “penegas”  (ketua, memberikan improvisasi berdasarkan cerita baku) dan  14 orang sebagai penari. Ada pun gerakan tarian pada  Sandhur Pantel ada 14 gerakan tari dan durasi pementasan kurang lebih 5 s/d 6 jam.
Pementasan Sandhur Pantel biasanya dilaksanakan pada malam hari, dibagi dalam dua babak. Dengan komposisi lingkaran, paling belakang adalah para penabuh, di depan penabuh adalah penembang wanita dalam posisi duduk (posisi duduk berganti posisi berdiri) ketika para penari merubah  posisi duduk ke posisi berdiri ataupun dalam gerak ragam melingkar. Di depan penembang wanita, ketua dari seni Sandhur Panthel membantu memberikan improvisasi lagu ataupun penegasan cerita (berdasarkan cerita baku). Sedangkan posisi terdepan dalam bentuk lingkaran, adalah para penari berjumlah 14.
Dalam setiap pementasan,  pembukaan acara di buka dengan gending Mantre Anom, dilanjutkan dengan melantumkan doa pujian bis-jabis adualla, bat-tobat adialla, wuattalla, alim mas-taiman, alim mas-taiman, hilangan monhardham, hilangan tobat, adujabis, alan-alan adi tobat, tobat-tobat, sandhurrennang, sandhurrennang, pak lamo, alim mastah kafirullah, buju’ambang minta dikkir. Tarian-tarian yang dibawakan sesuai dengan pengaturan komposisi, dengan gerakan-gerakan sederhana, dari posisi duduk berubah ke posisi melingkar ataupun berubah ke posisi berdiri.
Pementasan pertama biasanya ber-durasi sekitar 3 s/d 4 jam, setelah pementasan itu  dilanjutkan lagi dengan melantumkan bait-bait pujian dan doa, para penari pada babak kedua melakukan gerak ragam yang sama, adapun  bait-bait yang dilantumkan adalah, hardham, hardham renang, nedham, alam adi tobat, hardham, set-iset farhong, nang-rennang farhong, farhong rennnang.
Dalam setiap pementasan, selalu disediakan sesaji yang dijadikan satu dalam sebuah nyiru  (ancak). Dalam (nyiru) ancak yang dihiasi oleh janur, disediakan berbagai macam sajian, antara lain kelapa gading, bermacam jajan pasar (kue basah), kue kering (rengginang, kripik, peyek), nasi dan panggang ayam (dibungkus, dibentuk kerucut), serta roncean jagung dan kacang. Selain itu disediakan pula bahan pakaian (kain) untukrampatan (sesaji pakaian). Adapun bahan pakaian yang disediakan dalam bentuk pakaian anak-anak, remaja, orang dewasa serta sarung dan kain panjang. Semua bahan pakaian tersebut mempunyai warna yang berbeda, yaitu merah, kuning, putih, hitam dan hijau. Tidak ketinggalan dalam ancak tersebut disajikan pula ronceankembang.
Untuk bahan pakaian dan kain panjang, dipersiapkan yang masih baru. Setelah pementasan, semua bahan pakaian di simpan kembali. Apabila akan diadakan pementasan lagi, maka semua bahan pakaian tersebut di cuci untuk selanjutnya dipergunakan kembali dalam pementasan. Konon, semua bahan pakaian, sarung dan kain panjang haruslah baru, karena ini diperuntukkan bagi makhluk dari alam lain agar tidak mengganggu kehidupan manusia yang di rokat (ruwat), yaitu dengan cara memberikan pakaian yang masih baru.
Adapun pakaian yang dikenakan pada saat pementasan ialah, para penembang wanita memakai kain panjang dipadu dengan  kebaya sono’, (kebaya tanpa kancing depan), para penari memakai busana pesa’, celana komprang hitam, baju longgar hitam, di bagian pinggang dililitkan kain panjang yang di lipat. Sementara itu para nayaga (pengrawit), biasanya memakai seragam yang sama. 

2.4. Sandhur Pantel dan Perkembangannya
Di lingkungan masyarakat tradisional yang masih mempercayai ritual Sandhur, Sandhur Panthel digunakan sebagai media penghubung dengan Sang Pencipta. Biasanya setiap tahun dalam bulan-bulan tertentu selalu mengundang pementasan. Karena apabila lalai tidak mengundang pementasan Sandhur, maka timbul kekhawatiran adanya berbagai macam musibah. Hal itu ditandai dengan bambu yang ditancapkan di samping rumah mulai mengering (di tengah bambu ada sebutir kelapa gading, di bawah kelapa gading adaancak kecil berisi kembang). Bambu tersebut sebagai anjer (tanda) untuk mengundang pementasan Sandhur Panthel apabila waktunya telah tiba.
Sampai saat ini Sandhur Panthel sering dipentaskan dalam bulan-bulan tertentu, dan hanya dimainkan dalam komunitas terbatas, hanya dalam lingkungan masyarakat desa Ambunten Barat, kecamatan Ambunten. Tidaklah mengherankan apabila dalam satu generasi mendatang bentuk seni tradisional ini akan punah, hal ini disebabkan pelestarian budaya ini sangat sulit. Generasi muda penerus kesenian ini enggan untuk mempelajari dan melaksanakan ritual yang dianggap telah ketinggalan dan tidak sesuai dengan situasi dan kondisi jaman. Dan saat ini hanya tinggal satu kelompok (group) yang masih tetap eksis melestarikan seni tradisional ini. Itu pun hanya terbatas pada generasi tua.














BAB III
KESIMPULAN

Kesenian Sandhur Pantel merupakan bentuk kesenian yang mengandung berbagai unsur budaya, yaitu budaya Hindu, Budha, Jawa dan Islam. Hal itu dapat dibuktikan dengan syair-syair yang menggunakan bahasa Jawa kuno, Madura ataupun Bahasa Arab. Begitu pula bentuk pelaksanaan selama proses ritual, berbagai sesajen, air suci, tari pemujaan serta doa dalam bentuk nyanyian. Dalam berbagai upacara ritual (terutama ritual minta hujan), para pawang/dukun memanggil roh-roh leluhur untuk turun dan memasuki tubuh orang sehingga kesurupan (trance).
Makna yang lebih mendalam dari pesan-pesan yang disampaikan adalah manusia haruslah menjaga keselarasan dan keharmonisan dengan lingkungan alam. Apabila manusia sudah meninggalkan dan tidak mempedulikan lagi pada lingkungan sosial, lingkungan alam bahkan tidak ada rasa takut dan tunduk kepada Sang Pencipta, maka akan terjadi berbagai musibah. Melalui media Sandhur, manusia diingatkan kembali kedudukannya sebagai makhluk yang lemah dan dhoif. Di samping itu melalui media Sandhur Pantel manusia merekatkan tali ukhuwah Islamiah dan bersama-sama mencari ridho, pertolongan dan perlindungan Allah SWT.
Pementasan Sandhur Pantel biasanya dilaksanakan pada malam hari, dibagi dalam dua babak. Dengan komposisi lingkaran, paling belakang adalah para penabuh, di depan penabuh adalah penembang wanita dalam posisi duduk (posisi duduk berganti posisi berdiri) ketika para penari merubah  posisi duduk ke posisi berdiri ataupun dalam gerak ragam melingkar. Di depan penembang wanita, ketua dari seni Sandhur Panthel membantu memberikan improvisasi lagu ataupun penegasan cerita (berdasarkan cerita baku). Sedangkan posisi terdepan dalam bentuk lingkaran, adalah para penari berjumlah 14.
Sampai saat ini Sandhur Panthel sering dipentaskan dalam bulan-bulan tertentu, dan hanya dimainkan dalam komunitas terbatas, hanya dalam lingkungan masyarakat desa Ambunten Barat, kecamatan Ambunten. Tidaklah mengherankan apabila dalam satu generasi mendatang bentuk seni tradisional ini akan punah, hal ini disebabkan pelestarian budaya ini sangat sulit. Generasi muda penerus kesenian ini enggan untuk mempelajari dan melaksanakan ritual yang dianggap telah ketinggalan dan tidak sesuai dengan situasi dan kondisi jaman. Dan saat ini hanya tinggal satu kelompok (group) yang masih tetap eksis melestarikan seni tradisional ini. Itu pun hanya terbatas pada generasi tua.



DAFTAR PUSTAKA